Meskipun lele termasuk dalam golongan ikan yang
tahan terhadap segala jenis air, pembudidayaan yang dilakukan tanpa perlakukan
khusus sudah dapat dipastikan tidak akan memberikan hasil maksimal. Untuk itu,
segala cara dilakukan demi peningkatan produksi. Salah satunya, budidaya
lele dengan menggunakan sistem bioflok. Sistem bioflok ini dinilai efektif
dan mampu mendongkrak produktivitas. Ini karena dalam kolam yang sempit dapat
diproduksi lele yang lebih banyak. Dengan begitu, biaya produksi berkurang dan
waktu yang diperlukan relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan budidaya
secara konvensional.
Budidaya lele sistem bioflok adalah suatu
sistem pemeliharaan ikan dengan cara menumbuhkan mikroorganisme yang
berfungsi mengolah limbah budidaya itu sendiri menjadi gumpalan-gumpalan kecil
(floc) yang bermanfaat sebagai makanan alami ikan. Pertumbuhan mikroorganisme
dipacu dengan cara memberikan kultur bakteri nonpathogen (probiotik), dan
pemasangan aerator yang akan menyuplai oksigen sekaligus mengaduk air kolam.
Sistem bioflok ini sebenarnya sudah lebih dulu
dikembangkan di negara negara maju, seperti Jepang, Brasil, Australia dan
lain-lain. Namun demikian, di negara kita, Indonesia, pada tahun ini sudah
banyak juga yang mengadopsi sistem bioflok. Selain lele, sistem ini dapat juga
dikembangkan untuk budidaya udang air tawar. Berikut
tahapan-tahapan budidaya lele dengan sistem bioflok.
1. Pembuatan kolam
Untuk menghemat biaya, kolam dapat dibuat dengan
terpal yang diperkuat dengan tulang/rangka dari bambu atau besi. Ukuran kolam
ikan lele dapat disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Jika untuk tujuan usaha
dan disertai modal yang cukup, dapat dibuat kolam yang lebih besar dengan
kapasitas produksi yang lebih besar pula.
Sebagai patokan, ukuran luas yang ideal, yaitu untuk
1 m3 dapat menampung ikan lele hingga 1.000 ekor. Lain halnya
dengan sistem budidaya secara konvensional yang hanya mampu menampung 100 ekor
untuk setiap 1 m3. Kolam ikan harus diberi atap untuk menghindari terik
matahari langsung dan air hujan. Sinar matahari dan air hujan perlu dihindari
karena dapat memengaruhi mutu air kolam menjadi tidak layak. Peralatan lain
yang perlu dipersiapkan adalah mesin aerator, yaitu alat untuk meniupkan udara
ke dalam air kolam.
2. Persiapan air pembesaran
Setelah kolam jadi, tahap berikutnya adalah
menyiapkan air untuk pembesaran benih lele. Hari pertama, isilah kolam
dengan air setinggi 80–100 cm. Kemudian pada hari ke-2 masukkan probiotik
(bakteri pathogen) 5 ml/m3 yang dapat dibeli di toko terdekat, contohnya
POC BMW atau merek lainnya. Hari ke-3 masukkan prebiotik (pakan bakteri), yaitu
molase (tetes tebu) 250 ml/m3. Malam harinya, tambahkan dolomite 150–200 gram/m3 (diambil
airnya saja). Selanjutnya, diamkan air media selama 7–10 hari, agar
mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik.
3. Penebaran dan perawatan benih lele
Benih lele yang baik berasal dari induk unggulan
(dari satu induk yang sama). Benih lele yang sehat ditandai dengan gerakan yang
aktif, ukuran dan warna seragam, organ tubuh lengkap, bentuk proporsional
dengan ukuran 4–7cm. Setelah dilakukan penebaran benih lele, keesokan harinya
tambahkan probiotik 5 ml/m3.
Perawatan benih ikan lele berikutnya adalah setiap
10 hari sekali berikanlah:
·
Probiotik 5 ml/m3
·
Ragi tempe 1
sendok makan/m3
·
Ragi tape 2 butir/m3
·
Malam harinya
tambahkan dolomite 200–300 gr/m3dapat diambil airnya saja
·
Setelah benih
lele mencapai ukuran 12 cm atau lebih, setiap 10 hari sekali masukkan:
·
Probiotik 5 ml/m3.
·
Ragi tempe 2–3
sendok makan/m3
·
Ragi tape 6–8
butir/m3
·
Malam harinya
tambahkan dolomite 200–300 gr/m3(diambil airnya saja). Pemberian ragi tempe dan
ragi tape dilarutkan dalam air.
4. Pemberian pakan lele
Selama pembesaran pada proses budidaya lele, hal
lain yang harus diperhatikan adalah pakan ikan serta pemberian aerasi setiap
hari. Pemberian pakan harus dikelola dengan baik agar dapat mencapai produksi
yang maksimal. Gunakan pakan yang berkualitas baik, dengan ukuran pakan
disesuaikan lebar bukaan mulut ikan. Pakan dapat diberikan dua kali sehari,
yaitu pagi dan sore hari, dengan dosis pakan 80%. Setiap seminggu sekali ikan
dipuasakan, yaitu tidak diberikan pakan. Sebelum diberikan pada lele, sebaiknya
pakan difermentasi dengan probiotik terlebih dahulu. Setelah terbentuk flok,
pemberian pakan dapat dikurangi 30%.
Sumber: http://www.pertanianku.com/cara-baru-budi-daya-lele-bioflok/
pada 26 Juli 2016
Hani Mufidah
14/365148/PN/13703
Golongan A5.1
Golongan A5.1
Nama : Freshy Mayang Sary
BalasHapusNIM : 14/369227/PN/13885
Gol : A5.1
FAKTOR NILAI PENYULUHAN
1.Ide/Teknologi
Ide yang disampaikan pada artikel “Cara Budidaya Lele Bioflok” yaitu penerapan sistem budidaya lele yang efektif sehingga dapat meningkatkan produktivitas lele yang disebut sistem bioflok. Dengan adanya sistem ini, biaya produksi menjadi rendah dan waktu yang diperlukan juga singkat daripada sistem konvensional.
2.Sasaran
Sasaran langsung: pembudidaya lele atau petani lele
Sasaran tidak langsung: mahasiswa, masyarakat dan pemerintah.
3.Manfaat
Artikel ini mengandung ide yang bermanfaat bagi petani lele atau pembudidaya lele yaitu memperoleh hasil yang lebih banyak karena menggunakan sistem bioflok sehingga dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan dengan waktu yang relatif singkat dan efektif.
4.Nilai Pendidikan
Artikel ini memberikan informasi yang menarik untuk dipelajari dan dikembangkan dimana isinya terdapat informasi mengenai tahapan-tahapan (pembuatan kolam, persiapan air pembesaran, penebaran dan penebaran benih lele dan pemberian pakan lele) dalam budidaya lele dengan sistem bioflok.
PERTIMBANGAN NILAI BERITA
1.Timelines: Penerapan sistem bioflok sebagai sistem yang sebenarnya sudah diterapkan di negara-negara maju seperti Jepang dan Brasil, namun di Indonesia khususnya pembudidaya, baru tahun ini mulai mengadopsi sistem bioflok.
2.Proximity: Sistem bioflok menjadi informasi yang sangat dekat dengan masalah budidaya yang terletak pada manajemen proses. Sistem ini akan menguntungkan bagi para pembudidaya daripada sistem konvensional.
3.Importance: bahasan tentang sistem bioflok budidaya lele akan sangat dibutuhkan karena pembudidaya akan selalu membutuhkan informasi mengenai sistem yang efektif, efisiensi waktu dan lebih menguntungkan.
4.Development: melalui informasi ini diharapkan akan membangan kegiatan budidaya perikanan yang akan berdampak pada peningkatan produksi dengan efektif.